Friday, October 2, 2009

Amalan yang tak terputus

Muhadharah (ceramah) yang disampaikan oleh Syaikh Shalih Al Fauzan tentang syarah hadits “Apabila anak Adam meninggal dunia maka akan terputus segala amalannya kecuali tiga perkara…”.


Segala puji hanya milik Allah Yang mempunyai segala apa yang ada di langit maupun di bumi. Bagi-Nya segala pujian di dunia maupun di akherat dan Dialah Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Sesungguhnya manusia diciptakan di alam kehidupan ini bertujuan untuk beramal, kemudian nanti akan dibangkitkan di hari kiamat untuk dibalas berdasarkan apa yang telah mereka amalkan. Maka manusia tidak diciptakan sia-sia, juga tidak ditelantarkan begitu saja. Orang yang beruntung adalah orang yang telah memberikan kebaikan untuk dirinya yang akan dia dapatkan simpanannya di sisi Allah. Dan orang yang celaka adalah orang yang yang memberikan kejelekan untuk dirinya yang akan mengakibatkan kesengsaraan.
Lihatlah kepada amal-amalmu, dan mawas dirilah sebelum datang ajalmu, karena kematian menandakan terputusnya amalan dan merupakan permulaan menuai balasan. Kematian begitu dekat namun kalian tak mengetahui kapan datangnya. Dan perhitungan amal sangat teliti namun kalian tak mengetahui kapan saatnya. Rambut beruban telah memberikan tanda peringatan akan kematian, maka bersiaplah menghadapinya. Kematian teman karib seseorang menandakan dekatnya kematian dirinya.
Ingatlah kematian, beramallah untuk menghadapi masa sesudahnya yang pasti kalian akan datang menemuinya dan menetap di sana. Jangan sampai dilalaikan dengan sesuatu yang kalian datangi tapi akan segara kalian tinggalkan. Jangan tertipu dengan impian-impian panjang lalu menjadi lupa dengan kedatangan ajal. Berapa banyak orang yang mendambakan sesuatu lalu tidak bisa dia dapatkan. Berapa banyak orang yang hidup dalam waktu paginya suatu hari, lalu tak menemui waktu sorenya; atau mengalami sorenya suatu malam namun tak menemui paginya. Berapa banyak orang ketika datang ajalnya berangan untuk ditunda beberapa saat lagi agar dia bisa memperbaiki kesalahannya serta melakukan apa yang telah dia lupakan. Maka dikatakan padanya : “Mustahil, apa yang kau harapkan telah berlalu, kami telah memperingatkanmu sebelumnya dan kami telah ancam kamu bahwa tidak ada waktu lagi untuk kembali”. Allah berfirman (yang artinya) :

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata : “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

(QS Al Munafiqun : 9-11)

Sebenarnya seseorang itu terhenti amalnya tatkala datang kematiannya. Tetapi ada beberapa amalan yang dilakukan pada saat hidupnya dan manfaatnya terus-menerus dipakai, maka pahalanya akan terus mengalir kepada pelakunya meskipun temponya berlangsung lama. Dan itu berbentuk segala usaha kebaikan yang bisa bermanfaat bagi manusia ataupun binatang ternak; seperti wakaf-wakaf untuk kebaikan, pohon-pohon berguna yang berbuah, sumber-sumber air minum, membangun masjid-masjid dan madrasah, anak keturunan yang shalih, mengajarkan ilmu bermanfaat dan mengarang kitab-kitab yang berfaedah.
Di dalam As Shahih diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :

“Apabila seorang anak Adam meninggal, maka akan terputus amalannya kecuali tiga perkara : shadaqoh jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan kepadanya”.

Hadits ini menunjukkan terputusnya amalan seseorang itu dengan kematiannya, dan waktu untuk beramal adalah selama dia masih berada dalam kehidupannya.
Maka wajib bagi seorang muslim untuk berhati-hati dari sikap lalai dan membuang-buang waktu, dan hendaklah bersegera melakukan ketaatan sebelum datang kematian, tidak mengakhirkannya sampai waktu yang mungkin tidak bisa dia gapai. Dalil-dalil yang menunjukkan perintah untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, bersegera dalam melakukan ketaatan dan bercepat-cepat untuk melakukan amalan banyak, menandakan bahwa kalau tidak segera dikerjakan hal itu akan luput dari tangan kita.

Hadits tadi menunjukkan dikecualikannya amalan kebaikan yang terus bisa dimanfaatkan setelah meninggalnya orang yang melakukannya, tidak terputus dengan kematian dia. Bahkan pahalanya akan terus mengalir selama bermanfaat meskipun bisa bertahan sampai lama.

Perkara-perkara itu adalah :
Pertama : shadaqah jariyah.
Para ulama telah menafsirinya dengan wakaf untuk kebaikan. Seperti mewakafkan tanah, masjid, madrasah, rumah hunian, kebun kurma, mushaf, kitab yang berguna, sumber-sumber air minum berupa sumur, bak, kran-kran minum dengan pendingin, dan lain sebagainya. Disini merupakan dalil disyariatkannya mewakafkan barang yang bermanfaat dan perintah untuk melakukannya, bahkan itu termasuk amalan yang paling mulia yang bisa dilakukan seseorang untuk kemuliaan dirinya di akhirat. Yang pertama ini bisa dilakukan oleh para ulama maupun orang awam.

Kedua : ilmu yang bermanfaat.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara seseorang mengajarkan ilmu kepada manusia perkara-perkara agama mereka. Ini khusus bagi para ulama yang menyebarkan ilmu dengan cara mengajar, mengarang dan menuliskannya. Orang yang awam juga bisa melakukannya dengan cara ikut serta di dalamnya berupa mencetak kitab-kitab yang bermanfaat atau membelinya lalu menyebarkannya atau mewakafkannya. Juga membeli mushaf lalu membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan atau meletakkannya di masjid-masjid. Hal ini menganjurkan kita untuk mempelajari ilmu dan mengajarkannya, menyiarkannya dan menyebarluaskan kitab-kitabnya agar bisa mengambil manfaat sebelum dan sesudah kematian dia.

Manfaat ilmu akan tetap ada selama di permukaan bumi ini masih ada seorang muslim yang sampai kepadanya ilmu tersebut. Berapa banyak ulama yang meninggal semenjak ratusan tahun yang lalu tetapi ilmunya masih ada dan dimanfaatkan melalui kitab-kitab yang telah dikarangnya lalu dipakai dari generasi ke generasi sesudahnya dengan perantara para muridnya kemudian para pencari ilmu setelah mereka. Dan setiap kali kaum muslimin menyebutkan nama dia, mereka selalu mendoakan kebaikan dan mendoakan agar Allah merahmati dia. Ini adalah fadhilah dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki. Berapa banyak generasi yang diselamatkan Allah dari kesesatan dengan jasa seorang alim, maka alim itu mendapatkan seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari kiamat.

Ketiga : anak shalih
Anak shalih baik laki-laki maupun perempuan, anak kandung maupun cucu, akan terus mengalir kemanfaatan mereka untuk para orang tua berkat doa baik yang diterima Allah untuk ibu bapak mereka. Juga shadaqah yang dilakukan anak-anak shalih untuk orang tua, juga hajinya, bahkan doa yang diucapkan orang yang pernah mendapatkan kebaikan dari anak-anak tersebut. Seringkali orang yang mendapatkan kebaikan dari seseorang dia mengatakan : “Semoga Allah merahmati orang tuamu dan mengampuni mereka”.

Disini juga menunjukkan anjuran untuk menikah, dengan tujuan untuk mendapatkan anak yang shalih, dan melarang dari membenci banyaknya anak. Sebagian manusia kadang terpengaruh dengan propaganda-propaganda sesat sampai dia membenci banyaknya anak dan berusaha untuk membatasi kelahiran atau bahkan mengajak orang lain melakukan hal yang sama. Ini dikarenakan kebodohan mereka terhadap ilmu agama dan ketidaktahuan mereka tentang hasil yang akan didapatkan nanti, serta disebabkan karena lemahnya iman.

Dalam hadits tadi juga terdapat anjuran untuk mendidik anak agar menjadi shalih dan menumbuhkan mereka dalam ajaran Islam dan dalam keshalihan agar mereka menjadi generasi yang shalih buat orang tua mereka yang nantinya mendoakan kebaikan kepada mereka setelah meninggal. Dan terus menerus kebaikan pahala akan mengalir meskipun telah terputus amalan orang tua.

Pada zaman ini banyak sekali orang yang melalaikan permasalahan tersebut. Tidak memperhatikan kepada pendidikan anak-anaknya, justru mendidik anaknya agar rusak, dan tidak berusaha untuk memperbaikinya. Melihat anak-anaknya melakukan larangan dan meninggalkan kewajiban serta meninggalkan shalat, dia tidak memerintahkan mereka atau melarang. Atau melihat anak-anaknya bermain di jalanan, bergaul dengan teman-teman jelek, bahkan kadang pergi ke tempat-tempat yang disitu ada kerusakan, sama sekali tak menjadi pikirannya. Padahal kalau anaknya merusakkan salah satu benda yang dimilikinya, dia pasti akan menjadi lelaki tegas dan pahlawan pembela, membela harta dunianya namun sama sekali tak membela agamanya. Perhatiannya hanya untuk perbaikan harta dan tidak ada perhatian untuk kebaikan anak-anak dalam hidupnya, bagaimana setelah mati?

Maka bertaqwalah kalian wahai para bapak dalam perkara yang berkenaan dengan anak-anakmu agar mereka menjadi simpanan untukmu dan jangan sampai mereka menjadikan kalian rugi. Ketahuilah bahwa keshalihan anak tak akan terwujud begitu saja tanpa mengupayakan sebab, tanpa kesabaran dan kesusahan.

Hadits diatas juga menunjukkan bahwa anak disyariatkan mendoakan orang tuanya bersamaan dengan doa untuk dirinya di dalam maupun di luar sholat. Dan ini termasuk perbuatan berbakti yang akan terus ada setelah meninggalnya para orang tua.
Perkara-perkara yang tersebut di dalam hadits tadi adalah inti dari firman Allah Subhanahu wa ta’ala :

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”.
(QS Yaasiin : 12)

Apa yang telah mereka kerjakan disini maksudnya adalah apa yang mereka lakukan secara langsung dalam hidupnya berupa amal-amal yang baik maupun yang buruk. Sedang bekas-bekas yang mereka tinggalkan maksudnya hasil dari amalannya yang terus terwujud setelah kematiannya yang baik maupun yang buruk.
Bekas-bekas amalan yang sampai kepada seorang hamba setelah meninggalnya ada tiga perkara :
Pertama : amal shalih yang dilakukan orang lain sebagai hasil upaya si mayit, berupa dakwah dan pengarahannya kepada orang itu sebelum meninggal.
Kedua : beberapa perkara yang digunakan orang lain berupa usaha-usaha kebaikan yang bermanfaat yang telah didirikan si mayit sebelum dia meninggal. Atau wakaf yang diwakafkannya pada saat masih hidup yang kemudian diambil hasilnya setelah dia meningga dunia.
Ketiga : amalan-amalan yang dilakukan orang yang masih hidup kemudian pahalanya dihadiahkan kepada si mayit berupa doa, shadaqoh dan amalan kebajikan yang lain.
Ibnu Majah meriwayatkan :

“Sesungguhnya amal kebaikan yang akan sampai kepada mayit setelah meninggalnya adalah : ilmu yang dia sebarkan, anak shalih yang dia tinggalkan, mushaf yang dia wariskan, masjid yang dia dirikan, rumah yang dipakai para musafir yang telah dia bangun, sungai yang dia alirkan, atau shadaqoh yang dia keluarkan dari hartanya pada saat dia masih hidup dan sehat, semua akan sampai kepadanya setelah dia meninggal”.

Maka berusahalah -semoga Allah merahmatimu-, untuk mengerahkan semua sebab dan melakukan amalan yang bermanfaat yang akan terus ada manfaatnya dan mengalir pahalanya setelah wafatmu, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :

“Harta dan anak-anak shaleh adalah perhiasan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.
(QS Al Kahfi : 46)

Semoga Allah memberikan shalawat dan salam kepada Muhammad, keluarga dan shahabatnya.

Sumber URL: http://www.salafyoun.com/showthread.php?t=756

Sumber:
http://ashthy.wordpress.com/2007/06/22/amalan-yang-tak-terputus/comment-page-1/#comment-1675

Apakah dengan kematian, terputus segala amalan?

Prof Madya Dr Musa Fathullah Harun

Imam Muslim, Tirmizi, Nasai, Abu Dawud, Ahmad dan Al-Darimi telah meriwayatkan daripada Abi Hurairah r.a. bahawa Nabi s.a.w. bersabda:

“Apabila manusia mati, terputuslah daripadanya segala amalannya, kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak yang soleh yang berdo’a untuknya”.

Imam Ahmad, Muslim, Tirmizi, Nasai, Abu Daud dan Ibnu Majah meriwayatkan daripada Jarir r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Barangsiapa memulakan jalan yang baik dalam Islam, maka baginya pahalanya dan juga pahala orang yang beramal dengannya selepasnya tanpa dikurangi daripada pahala mereka sedikitpun juga, dan barangsiapa memulakan jalan yang buruk dalam Islam, maka atasnya dosanya dan juga dosa orang yang beramal dengannya tanpa dikurangi daripada dosa mereka sedikitpun juga”.

Daripada kedua hadis tersebut kita mengambil kesimpulan bahawa meskipun, dengan datangnya kematian kepada kita, kesempatan untuk beramal telah terputus atau terhenti, tetapi peluang untuk memperoleh pahala amalan tertentu tetap terbuka bagi kita.

Di dalam kedua hadis tersebut, Rasulullah s.a.w. telah menjelaskan kepada kita bidang-bidang pelaburan yang pasti akan menguntungkan kerana pahalanya akan berterusan mengalir selepas kematian kita, iaitu:

Pertama: sadaqh jariyah, iaitu sedekah yang pahalanya terus mengalir selama faedah atau manfaat yang disedekahkan itu terus berjalan, seperti menderma atau mewakafkan tanah untuk masjid, surau, madrasah atau lain-lain yang berguna bagi agama dan umat Islam.

Kedua: menuntut dan mengembangkan ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi agama dan umat, menghidupkan majlis-majlis ilmu atau pengajian-pengajian, dan lain-lain usaha yang membantu ke arah perkembangan ilmu pengetahuan yang dituntut oleh agama.

Ketiga: memperhatikan pendidikan anak-anak agar mereka menjadi anak yang soleh, yang sentiasa berdo’a untuk kedua ibu-bapanya.

Keempat: setiap amalan yang mendatangkan kebaikan, yang selari atau tidak bercanggah dengan syariat, yang kita mulakan melakukannya semasa hidup kita, kemudian diikuti oleh orang ramai sehingga menjadi adat kebiasaan bagi mereka, maka kita akan mendapat pahala melakukannya dan juga sebanyak pahala orang yang mengikutinya.

Amalan yang hidup untuk yang mati

Mengenai amalan orang yang hidup, seperti bacaan Al-Qur’an, do’a, sedekah dan lain-lain, untuk orang yang sudah mati, terdapat perbezaan pandangan: Imam Nawawi, di dalam kitabnya Al-Adzkaar, menyatakan bahawa para ulama telah bersepakat bahawa do’a untuk orang-orang yang sudah mati bermanfaat bagi mereka, dan pahalanya sampai kepada mereka bersandarkan kepada firman Allah SWT di dalam surah Al-Hasyr:

“Dan orang-orang (Islam) yang datang kemudian daripada mereka (berdo’a dengan) berkata: Wahai Tuhan kami, ampunilah dosa kami, dan dosa saudara-saudara kami yang mendahulu kami dalam iman,…”.

Dan juga bersandar kepada hadis-hadis yang masyhur, seperti: do’a Rasulullah s.a.w.:

“Ya Allah, ampunilah bagi ahli yang hidup dan juga yang mati daripada kami”, dan lain-lain.

Mengenai bacaan Al-Qur’an, terdapat perbezaan pandangan:

Yang masyhur daripada mazhab Syafi’ie bahawa pahala bacaan tersebut tidak sampai kepada si mati. Tetapi, sekumpulan sahabat Imam Syafi’e sendiri sependapat dengan Imam Ahmad dan sekumpulan ulama lainnya, yang mengatakan bahawa bacaan tersebut bermanfaat dan sampai pahalanya kepada si mati.

Imam Nawawi r.a. telah menukil riwayat Abi Dawud dan Baihaqi daripada Uthman Bin Affan r.a. bahawa beliau berkata:

“Nabi s.a.w., apabila selesai daripada mengebumikan mayat, berdiri di atasnya, kemudian bersabda: Mohonlah keampunan bagi saudaramu, dan mintakan baginya ketabahan, kerana sesungguhnya ia sekarang sedang disoal”.

Imam Syafi’ie r.a. dan sahabat-sahabatnya menyatakan bahawa disunatkan membaca sebahagian daripada Al-Qur’an, dan jika mereka mengkhatamkan seluruhnya adalah lebih baik lagi.

Imam Nawawi juga telah menukil riwayat Baihaqi bahawa menurut Ibnu Umar r.a. disunatkan membaca awal dan penghabisan daripada surah Al-Baqarah, selepas pengembumian di atas kubur.

Segolongan kaum muslimin berpendapat bahawa orang mati tidak akan mendapat sebarang faedah daripada amalan orang yang hidup. Mereka berhujjah dengan firman Allah SWT di dalam surah Al-Najm: 39:

“Dan bahawa sesungguhnya tidak ada (balasan) bagi seseorang melainkan (balasan) apa yang diusahakannya”.

Dan mereka juga berhujah dengan sabda Nabi s.a.w.:

“Apabila manusia mati, terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah(untuk masjid, surau, madrasah dan lain-lain keperluan kaum muslimin), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak yang soleh yang berdo’a untuknya”.

Hasan Al-Saqqaf telah menukil jawaban Imam Abdullah Ibnu al-Siddiq al-Ghamawi di dalam risalahnya, Tawdih al-Bayan Li Wusul Thawab al-Qur’an, yang di antara kandungannya:

“Ayat tersebut (Al-Najm:39)tidak menafikan bolehnya seseorang mengambil manfaat daripada usaha orang lain. Yang dinafikan olehnya adalah pemilikan manfaat tersebut bagi selain yang mengusahakannya. Di antara kedua perkara tersebut terdapat perbezaan yang nyata.

Allah SWT mengkhabarkan bahawa manusia tidak memiliki selain yang diusahakannya. Adapun yang diusahakan oleh orang lain, maka ia adalah milik yang mengusahakannya: jika ia ingin ia boleh memberikannya kepada orang lain, dan jika ia ingin ia boleh mengekalkannya bagi dirinya sendiri. Allah SWT tidak memfirmankan bahawa ia tidak akan mengambil manfaat melainkan dengan apa yang ia usahakan.

Imam Qurtubi berkata: Dikatakan sesungguhnya Allah berfirman; laam al-khafd dalam bahasa Arab bererti memiliki dan mewajibkan, maka makna ayat: Tidak wajib bagi manusia selain yang ia usahakan. Jika orang lain bersedekah kepadanya, maka tidak wajib baginya sesuatu, tetapi Allah Azza Wa Jalla bermurah hati ke atasnya dengan memberikan apa yang tidak wajib baginya, sebagaimana Allah bermurah hati dengan memasukkan kanak-kanak ke dalam Syurga tanpa amal.

Syaikh Abul Abbas, Ahmad Bin Taimiyah berkata: Barangsiapa yang mengiktiqadkan bahawa manusia tidak akan mengambil faedah selain daripada apa yang ia lakukan, maka ia telah menyalahi ijma’. Yang demikian adalah batil dari beberapa segi:

Pertama: Manusia mengambil faedah daripada do’a orang lain, yang bererti mengambil manfaat daripada amalan orang lain.

Kedua: Nabi s.a.w. memberi syafaat kepada ahl al-mawqif (semua manusia yang menunggu penghisaban di Mahsyar) untuk menyegerakan penghisaban, kemudian kepada ahli Syurga untuk memasukkan mereka ke dalam Syurga, kemudian bagi ahl al-kabair (orang-orang yang melakukan dosa besar) untuk mengeluarkan mereka dari neraka.

Ketiga: Para malaikat berdo’a dan memintakan ampunan bagi penduduk bumi.

Keempat: Allah SWT mengeluarkan orang yang belum pernah melakukan sebarang kebaikan dari neraka kerana semata kemurahan dan rahmatNya. Ini bermakna mereka mengambil manfaat daripada selain amalan mereka.

Kelima: Kanak-kanak orang mukmin memasuki Syurga dengan amalan bapa mereka.

Keenam: Dalam surah al-Kahfi, dua anak yatim mengambil manfaat daripada amalan bapa mereka yang soleh.

Ketujuh: Mayat mengambil manfaat dengan sedekah yang dibuat untuknya, dengan nas Al-Sunnah dan ijma’.

Kelapan: Haji wajib gugur tuntutan ke atas mayat dengan haji yang dilakukan oleh Walinya untuknya, dengan nas Al-Sunnah.

Kesembilan: Haji nazar atau puasa nazar gugur tuntutan ke atas mayat dengan dilakukan oleh orang lain.

Kesepuluh: Orang yang berhutang, yang Nabi s.a.w. menolak untuk solat ke atas jenazahnya sehingga dibayarkan hutangnya oleh Abu Qotadah r.a., dan dibayarkan hutang lainnya oleh Ali Bin Abi Talib r.a., mengambil manfaat daripada amalan mereka dan daripada solat Nabi s.a.w., yang juga merupakan amalan orang lain.

Dengan huraian ini jelaslah bahawa berhujah dengan ayat tersebut atas tidak sampainya pahala do’a atau bacaan kepada mayat adalah tidak benar, kerana ayat tersebut tidak menunjukkan yang demikian.

Imam Nawawi berkata:

“Sebaiknya, orang yang membaca (Al-Qur’an), selepas selesai membacanya, hendaklah berdo’a: Ya Allah sampaikanlah pahala bacaanku ini kepada si Fulan, dan juga disunatkan supaya memuji si mati dan menyebut kebaikan-kebaikannya”.

Sumber:
http://arieyblog.blogspot.com/2009/04/apakah-dengan-kematian-terputus-segala.html#comment-form

Thursday, October 1, 2009

Sampaikan dan laksanakan kebenaran walau satu ayat

Mujiarto Karuk
Fri, 06 Feb 2009 04:38:09 -0800

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

SAMPAIKAN KEBENARAN WALAU HANYA SATU AYAT

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَ‌ۖ وَإِن لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَهُ ۥ‌ۚ وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِ‌ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَہۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَـٰفِرِينَ

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.

QS.Al-Maaidah [5] : 67

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنڪَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ‌ۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡڪِتَـٰبِ لَكَانَ خَيۡرً۬ا لَّهُم‌ۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَڪۡثَرُهُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."

QS.Ali-Imran [3] : 110

Pada suatu hari saya berkunjung ke salah satu kampung di daerah Keranji Bekasi
tepatnya di Bintara, kebetulan saya pernah tinggal di daerah tersebut lebih
kurang 5 tahun, pada tahun 1986 s/d 1991.

Saya berkunjung di salah satu rumah seseorang yang pernah bertentangga, dan
saya mengenal beliau sebagai pekerja harian dibangunan.

Disela sela perbincangan saya bertanya kepada beliau, “Bang saya dengar
sekarang abang dah jadi “Ustaz”.

Beliau tersenyum sambil mengatakan Alhamdulillah.

Saya sangat gembira mendengar perkembangan tetangga saya yang dulu saya kenal
sebagai buruh harian bangunan, itupun tidak rutin beliau lakukan karena beliau
juga harus merawat istrinya yang sakit sakitan dan ketika itu anak anaknyapun
masih kecil kecil ada 5 orang.

Ketika saya pindah rumah dari rumah kontrakan di Kp. Bintara kerumah yang saat
ini saya tempati di Jl. Raya Bekasi Timur KM.18 Pulogadung Jakarta Timur,
beliaulah yang mengantarkan barang barang perabotan.

Saya juga sangat kagum mendengar cerita pengalaman beliau belajar menggali Ilmu
Agama islam dan ketika itu saya tahu betul ekonomi keseharian beliau, walau
saya sempat kecewa pada beliau, saya berpesan agar sering sering datang
berkunjung kerumah saya, tapi justru malah sebaliknya beliau sejak
mengahantarkan perabotan, tidak pernah datang berkunjung, dan secara kebetulan
saya juga waktunya sangat sulit untuk ngatur berkunjung.

Saya mendengar beliau menjadi Ustaz dari saudaranya yang juga bekas tetetangga
dekat saya dikampung tersebut.

Rasa penasaran saya keingintahuan tentang kebenaran cerita tersebut terjawab
sudah, beliau menggali ilmu Agama dari seorang Ustaz yang dengan prakasanya
membangun sebuah perguruan Islam, didaerah Bintara tidak jauh dari kediaman
teman saya tersebut, siang hari beliau menjadi buruh bangunan perguruan Islam
tersebut dan malam harinya beliau belajar dan mengkaji Islam dengan ustaz
penggagas pembangunan yang sekaligus sebagai boss teman saya tersebut, selama
lebih kurang 5 tahun beliau berguru dengan sang Ustaz yang berhati Mulia itu.

Dan kebetulan ketika saya menjadi siswa pesantren ahad di Pesantren Persis Jl.
Kramat Asem, Utan Kayu Jakarta Timur, ustaz tersebut salah satu ustaz yang
mengajar dan membing saya dalam mengenal dan menjalankan perintah Islam.

Ketika saya mendengar bahwa kami satu sumber guru yang sama, hanya beda tempat
dan waktu belajar, hati saya semakin berbunga bunga, dan sangat kagum bercampur
terharu, saya sangat sering bertemu dengan ustaz saya tersebut dan
mengunjunginya, yang secara kebetulan rumah beliau tidak jauh dari tempat
tinggal saya sekarang, akan tetapi saya tidak pernah bertemu dengan teman dan
bekas tetangga dekat saya tersebut.

Ketika sang ustaz mengajarkan dan menularkan ilmunya kepada saya ketika itu
beliau selalu berpesan kepada murid muridnya, hilangkan dan jauhkan anggapan
bahwa dakwah itu hanya patut disampaikan oleh orang - orang yang berprofesi
sebagai juru dakwah seperti yang kita sebut ustadz / ustadzah, atau yang kita
sebut da'i atau kiyai, guru agama Islam, atau siapa saja yang pernah mondok
dipesantren, atau seorang yang kita sebut mubaligh dari sarjana-sarjana Agama
Islam, atau lulusan perguruan tinggi Islam baik luar maupun dalam Negri.

Karena, bila kita meyakini bahwa dakwah itu hanya patut disampaikan oleh mereka
mereka yang kita sebutkan tersebut diatas, maka kita cenderung akan hanya ingin
mendengarkan pesan dakwah dari mereka saja, bila mereka yang menyampaikan kita
berbondong bondong untuk mengunjungi, hal tersebut memang tidak salah, bahkan
merupakan keharusan, akan tetapi bila kita hanya akan menghadiri bila mereka
saja yang menyampaikan, secara tidak langsung kita telah terjebak dengan tipuan
daya syeiton, dengan merendahkan dan menganggap remeh bila yang menyampaikan
dakwah tersebut diluar kalangan mereka itu.

Padahal Allah SWT berfirman dalam Al - Qur’an Surat Luqman [31] : 17-19

يَـٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَٱنۡهَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَٱصۡبِرۡ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ‌ۖ إِنَّ ذَٲلِكَ مِنۡ عَزۡمِ ٱلۡأُمُورِ (١٧) وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِى ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًا‌ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٍ۬ فَخُورٍ۬ (١٨) وَٱقۡصِدۡ فِى مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَ‌ۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٲتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ (١٩)

"Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan
cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah)”.

“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”.

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai”.


Jadi wahai saudaraku berdasarkan firman Alloh tersebut diatas, Dakwah merupakan
kewajiban setiap orang yang disebut Muslim atau Muslimah, apapun profesi dan
keahliannya kita memiliki kewajiban yang sama sebagai juru dan menjadi juru
dakwah atau menyeru kepada kebaikan, dan mencegah terjadinya kehancuran.

Sebagaimana yang disabdakan oleh baginda Rasulullah SAW, "Sampaikanlah dariku,
walaupun hanya satu ayat."

Apa lagi pada saat sekarang ini umat Islam tengah menghadapi berbagai serangan
ganas yang bertubi - tubi dari musuh musuh Islam dan musuh Allah, dengan
tujuan hendak mencabut dan merusak esensi dakwah Islamiyah, bila kita hanya
beranggapan bahwa dakwah hanya diwajibkan orang orang yang kita sebut diatas,
saya yakin Islam tidak akan pernah sampai pada tingkat pelaksanaan pada posisi
orang orang yang jauh dari kalangan alim ulama tersebut, karena mungkin minder
dan mungkin juga tidak punya sejumlah uang untuk ngundang mereka.

Dan akibatnya sama sama kita lihat dan kita saksikan serta kita dengar dari
berita berita, sejujurnya saya sebagai Muslim yang tidak pernah mengenyam,
Perguruan Tinggi yang berbasis Islam, sangat sedih bila mendengar melihat dan
menyaksikan pelaku kejahatan justru dari kalangan yang ber Agama Islam, dengan
menyandang nama Muhammad, dengan menyandang nama Ahmad, dan atau menyandang
nama Abdullah, serta nama nama Islam lainnya.

Ini semua dampak prilaku umat Islam pada saat sekarang ini, salah menempatkan
sesuatu yang dianggap benar padahal salah, dan menempatkan yang salah pada
posisi pembenaran sebagai contoh, tidak sedikit orang yang menyebut dirinya
sebagai Ustaz, atau Kiyai, akan tetapi mematok sejumlah uang bayaran yang
sangat tinggi, agar dapat mendengarkan dakwah dan risalah yang disampaikannya
tersebut.

Dan juga telah salah menempatkan anggapan bahwa yang berhak menyampaikan dakwah
tersebut hanya dari kalangan dan pihak tersebut diatas, serta tidak mau
mendengarkan serta melaksanakan juga tidak mau hadir bila diundang oleh panitia
yang menyelenggarakan suatu kajian, sementara pihak panitia hanya dan baru
mampu menempatkan nama yang mengisi kajian tersebut bukan dari kalangan yang
telah disebutkan diatas.

Ini sangat bertentangan dengan Firman Allah SWT yang mengatakan bahwa
sesungguhnya manusia itu hidupnya dalam keadaan merugi kecuali orang-orang yang
berdakwah, mengajak kepada kebaikan dan bersabar dalam melakukannya.

سُوۡرَةُ العَصر
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
وَٱلۡعَصۡرِ (١) إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِى خُسۡرٍ (٢) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ (٣)

"Demi masa”.
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian”
“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat
menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi
kesabaran."

QS Al 'Ashr [103] : 1-3

Rasulullah SAW juga bersabda :

"Wahai Ali, sungguh sekiranya Allah memberi hidayah kepada seseorang karena
dakwahmu, itu lebih baik bagimu daripada onta merah."

(HR. Bukhari-Muslim)

Ketahuilah wahai saudaraku saudaraku dan mari kita saling menyadari bahwa
hidayah Allah SWT, tidaklah ternilai harganya walau kita bandingkan dengan onta
merah pada zaman Rasululloh dan mobil mewah pada zaman sekarang.

Betapa bahagianya bila kita mau mendengarkan serta mau melaksanakan apa apa
yang telah disampaikan oleh saudara saudara kita sesama Muslim, atau Muslimah,
jangan lihat siapa yang menyampaikan tapi lihatlah isi yang disampaikan pada
kita tersebut.

Walaupun yang menyampaikan risalah Alloh tersebut seorang Muslim yang
berprofesi sebagai buruh bangunan, atau mantan pembantu rumah tangga seperti
saya.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat bagi kita semua, benar datangnya dari Alloh
SWT dan salah terletak dari saya pribadi saya mohon dibukakan pintu maaf yang
seluas luasnya.


Dengan Harapan dan Do’a

"Ya Tuhan kami terimalah daripada kami amalan kami, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui".

"Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian
kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir".

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah”.

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat
sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami”.

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami
memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan
sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat
dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)."

“Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan
telah kami ikuti rasul Mu, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan
orang-orang yang menjadi saksi tentang keesaan Mu ya Allah”.

"Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang
berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".

"Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia", dan kebaikan di akhirat, dan
hindarkan kami dari siksa api neraka”


Amiin Yarobbal A’lamiin

Wassalamualaikum Wr Wb
Mujiarto Karuk

Sumber:
http://www.mail-archive.com/mencintai-islam@yahoogroups.com/msg05014.html

Kelas Al-Quran & Tajwid Bersama Abu Nuha

Hari
Setiap Isnin hingga Khamis

Masa
Jam 1-2 petang

Lokasi
Pejabat Suruhanjaya Perkhidmatan Awam Negeri Sabah (SPANS),
Tingkat 4, Blok B, Wisma MUIS Kota Kinabalu.

Yang berminat hubungi
Tuan Hj Said Osman : 019-8604324.


View Larger Map

Sumber:
http://abunuha.wordpress.com/

Related Posts with Thumbnails